tentang bulan yang sama, tapi berbeda rasa
gue melewati masa yang lumayan panjang, 3 tahun, di SMAN Agam Cendekia.
banyak hal yang gue dapatkan, banyak hal yang melekat di memori gue.
gue masih ingat, ketika gue akhirnya meninggalkan SMAN Agam Cendekia.
malam pertama gue di Pariaman gue tercengang menyadari bahwa bulan tampak begitu jauh. begitu tinggi. begitu sombong.
sedangkan bulan yang dipaparkan di hadapan gue selama tiga tahun ini adalah bulan yang begitu besar, begitu dekat, dan menggoda untuk dijangkau.
sungguh tak nyaman melihat bulan yang begitu jauh.
gue mencoba meng-substitusi kan bulan menjadi Mimpi.
di Pariaman, gue merasa mimpi gue ( yang pada zaman itu untuk masuk ke UI ), terlalu jauh, terlalu tinggi, dan terlalu melelahkan untuk diraih.
itu wajar, karena di Pariaman, gue dihadapkan dengan aspek aspek lain yang harus gue perhatikan atau terperhatikan.
ada aspek ekonomi yang harus di hadapi, kurangnya "contoh nyata kesuksesan" di sekitar gue, dan yang paling parah adalah paradigma masyarakat.
namun, kondisi sebaliknya gue rasakan di SMAN Agam Cendekia.
mimpi gue begitu indah. semangat gue begitu liar. yang nampak hanya mimpi gue, dan cara untuk menempuhnya.
tidak ada rasa takut untuk menitipkan mimpi pada titik episentrum bumi. karena mereka yang berhasil dengan mimpinya dipanggil dengan panggilan "keluarga".
guru-guru yang melecut semangat, ketika gue galau ;- mendengar segala keluh, bahkan tentang sepatu yang telah koyak .
dan orang-orang, yang Tuhan kirimkan sebagai Sahabat sebagai motivasi tertinggi dalam berprestasi. orang-orang yang berani bilang 'jangan ragu untuk meletakkan mimpi di puncak tertinggi bintang Ving, jika nanti kau jatuh, kami akan menyeret Ving dan mendorong kau kembali ke puncak tertinggi itu'
sekarang, gue ga lagi ada di Cendekia.
di Depok sini, jarang lagi gue temukan bulan.
pernah duluu, ketika awal menginjakkan kaki di zona ini.
bulan yang tertutup awan, merah, dan terlihat sendu.
namun itu tidak lagi penting.
gue, sekarang dan sampai seterusnya, tetap akan menitipkan mimpi-mimpi gue, ga hanya di bintang Ving, tapi langsung ke pelukan Tuhan.
karena ving tak mampu lagi menampung mimpi-mimpi gue yang berkembang biak dengan cepat dan besar.
diantaranya, membayar semua semangat yang ditularkan oleh segenap keluarga besar SMAN Agam Cendekia.
terima kasih Cendekia.
#rindu yang membuncah untuk orang-orang nun jauh disana#
Komentar
Posting Komentar