Postingan

Menampilkan postingan dengan label Seribu Bintang

Seribu Bintang (part IV)

Gambar
     Nadir merasa bosan.  Dia telah menguap untuk kesekian kalinya dalam 2 jam terakhir. Pelajaran ini begitu membosankan. Ia tidak pernah betah saat pelajaran Bahasa Indonesia. Menurunya buat apa mempelajari bahasa lebih dalam selama kita bisa bicara dan berkomunikasi standar? lagipula ia tak pernah berbakat dalam bidang sastra. Menulis untuknya hanya sekedar pelengkap untuk angka-angka yang ia minati. Nadir sangat menyukai angka, sampai dia berharap ada rumus untuk membuat sebuah paragraf ringkasan sejarah pahlawan nasional yang harus diselesaikannya malam ini.      Tak tahan melihat huruf-huruf yang bergelung di papan tulis, Nadir memutuskan untuk melihat keluar jendela, barangkali ada kucing yang bisa ia amati. Namun sepanjang yang bisa ia lihat, Nadir hanya menemukan sesosok gadis yang sedang duduk di depan kelasnya. Kakinya disilangkan dihadapannya untuk menopang tangan dan buku yang sedang ia baca. Nampaknya ia sedang mencari sesuatu d...

Seribu Bintang (part III)

Gambar
                        “Jangan pernah nge- judge seseorang, jika kau tak tau apa yang pernah dilaluinya.” Itu adalah kata-kata bijak yang pernah Zenith dengar di suatu tempat, dan ia akan sangat bersyukur jika orang-orang disekitarnya bisa menerapkan nasihat ini. Hari-hari belakangan ini berjalan sangat lambat dari yang dia inginkan. Dan parahnya, semua kejadian disekitarnya membuat Zenith merasa lebih baik ditelantarkan dunia ;- seperti sebelum-sebelumnya; daripada menderita menerima pandangan-pandangan aneh pada dirinya dari berbagai teman, bahkan senior-seniornya, yang tak benar-benar mengenalnya, yah, tak ada yang benar-benar mengenalnya.             Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa semua orang tak henti-hentinya mencuri pandang ke arahnya. Seperti segerombolan senior di depannya yang sama-sama mengantri makan siang, mereka berulang kali bergantian men...

Seribu Bintang (part II)

Gambar
           Zenith kembali ke kamarnya, dengan wajah pucat. Menenangkan diri agar tak tampak begitu mencurigakan ketika masuk ke kamarnya. Zenith langsung merebahkan diri ke tempat tidurnya, membelakangi ketiga orang sahabatnya yang menatap Zenith, menuntut penjelasan.      " Hai gadis muda, tidak merasa bersalah membelakangi sahabatmu, setelah kau dengan mencurigakan dipanggil oleh seseorang malam-malam begini? Coba ceritakan apa yang sedang terjadi disini? " , ujar salah satu dari mereka yang berambut pendek.      " Badanku tidak enak, sepertinya masuk angin. Aku ingin istirahat sebentar ", Zenith menjawab sambil berusaha menutupi mukanya yang kembali memerah.      " Baiklah, terserah katamu. Kau tau, kau bisa cerita kapan saja ", gadis dengan kulit kuning langsat itu berujar lembut.      Dan mereka bertiga pun melanjutkan aktivitas mereka kembali. Semuanya bergerak canggung, bersua...

Seribu Bintang

Gambar
       Malam ini, bukan malam yang spesial bagi Zenith. Karena memang tidak ada yang perlu dispesialkan, semuanya sama, tidak ada yang berbeda. Semua rutinitas tampak sangat membosankan di mata Zenith, tak bernyawa.      Selalu saja kegiatan setelah makan malam adalah kegiatan paling absurd, masih ada jeda kurang lebih 1 jam sebelum kegiatan belajar malam dimulai. Dan Zenith hanya duduk bertengger di atas meja belajar melihat ketiga orang teman sekamarnya berdebat tentang makna dari lirik lagu yang baru saja mereka dengar.      Tiba-tiba saja tetangga sebelah memanggil Zenith dan mengatakan bahwa ada seseorang diluar kamar yang memanggilnya. Dan semuanya terdiam. Terang saja, siapa pula yang memanggil Zenith? Kau tau, gadis penyendiri berkacamata yang tak pernah lepas dari buku catatan kecil bergambar Eiffel-nya, siapa yang cukup peduli untuk menyadari keberadaannya?      Zenith pun keluar, menegarkan hati, masih...